Skip to main content

Will You be My Audience? User Empowerment, Access and Participation Across Media Platforms

Konvergensi Media: Perubahan Khalayak dan Perubahan Industri pada Program Acara Pencarian Bakat Dangdut Academy dan Rising Star Indonesia

          Yuhuu, kembali lagi dengan tulisan saya mengenai konvergensi media. Ya, walaupun sepertinya saya sudah sedikit bosan dengan topik kenvergensi media, tapi nyatanya kewajiban topik dan pembahasan di SAP yang mengharuskan saya menulis dan mengaitkannya dengan fenomena dari jurusan saya yaitu Industri Kreatif Penyiaran. Pembahasan SAP kali ini mengenai konvergensi media sedikit lebih mengerucut.
          Seperti yang kita ketahui bersama bahwa konvergensi media yang erat dengan era digitalisasi sangat berpengaruh pada pola sosial di masyarakat, khususnya pada perilaku khalayak/audiens. Dengan adanya konvergensi media khususnya konvergensi alat, membuat khalayak bebas dan merdeka. Maksudnya, media baru yang terkonvergensi berbagai platform (konvergensi alat) saat ini memungkinkan adanya partisipasi atau keaktifan khalayak dalam memilih dan membuat konten sendiri. Khalayak saat ini bukan hanya terfokus sebagai objek industri media saja, melainkan sudah menjadi subjek dari industri media tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mengenai konvergensi media yang berakibat pada perilaku khalayak saat ini yaitu prosumerism dan user generated content. Konvergensi media inilah yang membuat khalayak mempunyai hak dan kuasa dalam membuat dan mengelola konten media sendiri. Selain itu dengan adanya kemudahan akses yang ditawarkan oleh konvergensi alat tersebut berpeluang dalam peningkatan partisipasi khalayak. Keaktifan dan partisipasi khalayak yang mudah di era konvergensi inilah yang menyebabkan adanya ruang publik global (global public sphere). Media baru yang sarat akan interaksi, dan partisipasi setiap audiens menciptakan sebuah tempat dimana khalayak dapat bertukar pikiran, menyampaikan pendapat, membuat berita lalu berdiskusi di ranah digital. Sebagai contoh adalah pada program Dangdut Academy di Indosiar. Kita tahu bahwa, dulu ketika masyarakat belum tersentuh media baru dan konvergensi, penonton dari sebuah stasiun tv akan menerima apa saja yang ditayangkan oleh tv tersebut tanpa bisa mengomentari dan berpartisipasi aktif dalam menyampaikan gagasannya ataupun komentarnya. Namun, dengan kehadiran media baru dan konvergensi media kita bisa membuat konten dan berdiskusi (terjadinya ruang publik).
           Sebagai contoh penerapan dari keaktifan audiens pada era digital saat ini. Terlihat bahwa fenomenalnya program Dangdut Academy membuat masyarakat sangat tertarik dan terus mengikuti siaran dan kegiatan dari setiap kontestannya. Jika kita analisis dari gambar screenshot instagram diatas, maka akan didapat dua keterkaitan dengan konsep yang saya jelaskan. Pertama, akibat konvergensi media dan konsep user generated content membuat seorang fans setia acara Dangdut Academy yang bernama Kiki_kenzaa selalu mempublikasikan segala sesuatu mengenai kontestan Dangdut Academy 4. Semua foto di instagramnya berisikan live report siaran langsung dan segala konten tentang Dangdut Academy. Hal inilah yang mencerminkan user generated content dan konsep prosumerism. Kedua, partisipasi khalayak yang tinggi di era media baru dan digital membuat audiens memiliki sebuah ruang publik untuk mengekspresikan gagasannya, pada contoh diatas terlihat para penonton Dangdut Academy mengkritisi dan berkomentar di laman instagram kiki_kenzaa. Jadi dapat disimpulkan, konvergensi media menciptakan tipe pengguna/audiens baru.

          Setelah membahas mengenai konvergensi media dan pengaruhnya pada perubahan khalayak. Maka, apakah konvergensi media hanya berpengaruh terhadap audiensnya saja? Jawabannya, tidak. Apakah dengan kemajuan teknologi informasi mempengaruhi industri media? Jika melihat contoh pada program pencarian bakat Rising Star, maka pertanyaan ini bisa dijawab benar. Ya, konvergensi media berpengaruh pada keuntungan industri media. Bagaimana itu bisa terjadi? Industri media memanfaatkan kemajuan media digital sebagai lahan untuk mengambil hati audiens semaksimal mungkin dengan cara menjadikannya sebagai bagian dari juri acara tersebut. Penonton Rising Star seakan bisa menjadi juri dan menyatakan pilihan Yes/No kepada para kontestan Rising Star hanya dengan cara mengunduh aplikasinya di AppStore dan PlayStore. Hal ini selain masih berkaitan dengan khalayak pasif menjadi khalayak aktif. Ternyata model marketing seperti ini mendatangkan keuntungan yang besar bagi media tvnya (RCTI), produsen aplikasinya (Screenz Crossmedia), dan juga kepada rumah produksinya (Fremantle Media).

Referensi:
       Gordon, Janey. 2007. The Mobile Phone and the Public Sphere: Mobile Phone Usage in Three Critical Situations. Convergence 13/3 Pages: 307-319.
       Jenkins, Henry. 2004. Review The Cultural Logic of Media Convergence. London: SAGE Publication.

Comments

Popular posts from this blog

Tuturan Antar Media (Transmedia Narrative): Antara Budaya Blockbuster dan Muatan Lokal

Transmedia Storytelling dan Strategi Pemenangan Jokowi-Ahok pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012           Alhamdulillah, tulisan kali ini tidak membahas mengenai konvergensi media. Hehehehe, walaupun mungkin dalam praktiknya masih ada kaitannya dengan hal tersebut. Ya, Transmedia Storytelling atau Transmedia Narrative. Transmedia? Apa itu? Perusahaan media yang dikelola oleh CT? Storytelling? Sebuah pertunjukkan untuk menampilkan cerita? Lho, bukan ternyata. Lalu apa sebenenarnya Transmedia Storytelling itu?           Transmedia Storytelling, mungkin istilah ini belum begitu familiar dan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia belum paham akan arti dari kata tersebut. Tapi kita sebagai objek industri media ternyata pernah menikmati produk transmedia storytelling tersebut secara tidak sadar. Sebut saja mengenai film Star Wars. Para penggemar Star Wars telah melalui lintas generasi sejak film ini diliris pertama kali pada 25...

Rip/Mix/Burns: Munculnya Budaya Remix

                     Halo Pembaca! Kembali lagi di blog kecil-kecilan saya mengenai ulasan teknologi informasi dan masyarakat. Bagaimana dengan video mashup diatas? Pastinya lagu-lagu yang diputarkan dalam video tersebut merupakan lagu popular dari artis di 2016. Video mashup yang dirilis di YouTube ini merupakan sebuah kompilasi berbagai lagu yang diolah menjadi sebuah video yang satu dengan menyisipkan sedikit potongan lagu tersebut. Hal ini biasa kita kenal dengan remix . Contoh tersebut memang merupakan bentuk media remix . Lalu sebenarnya apa sih pengertian remix itu sendiri?           Menurut Lessig Lawrance (2008) dalam bukunya, ia mengatakan bahwa " Remix is an essential act of RW (Read-Write) creativity ". Terdapat istilah  RW (Read-Write), Lalu sebenarnya apa maksud dari istilah tersebut? Dalam teorinya, ia mengidentifikasikan dua bentuk budaya dalam bermedia, pertama RO Culture (Read-On...

Media adalah Pesan: Lintasan Konvergensi

Contoh Konvergensi Media pada Perkembangan Industri & Teknologi Penyiaran Kreatif di Indonesia. (Ilham Darussalam - 1506686085)                 Marshall Mcluhan adalah seorang yang sangat berpengaruh bagi perkembangan media dan teknologi komunikasi di dunia. Bayangkan saja, seorang ilmuwan komunikasi dan kritikus ini bisa memprediksikan lewat teorinya mengenai World Wide Web 30 tahun sebelum hal tersebut ditemukan. Salah satu buku yang ia tulis adalah ‘ Understanding Media:The Extension of Man ’ yang menjelaskan teori ‘ Medium is The Message ’.                 Medium is The Message . McLuhan, Seorang sastrawan, politikus, seniman, dan ahli sejarah berpendapat bahwa teknologi media adalah pesan itu sendiri. Mungkin akan terdengar asing bagi kita, bagaimana mungkin media yang sejatinya merupakan sebuah sarana penyampaian pesan ma...