Memahami Aspek Hukum
dan Perlindungan Hak Cipta atas Format Program Televisi (Ilham Darussalam - 1506686085)
Semakin
berkembang pesatnya dunia digital dewasa ini membuat batasan antara produsen
dan konsumen semakin bias. Hal ini disebabkan karena teknologi yang mendorong
manusia saat ini merupakan User Generated Content dan User Friendly
dimana masyarakat tidak hanya sebagai objek media (konsumen, penikmat media)
tetapi juga sebagai subjek media (produsen, pembuat konten di media). Hal ini
telah saya jabarkan pada tulisan minggu lalu mengenai konvergensi media.
Disamping kemudahan dalam membuat dan menikmati informasi di media, terdapat
suatu hal yang tak dapat dipungkiri dan marak terjadi di era digital saat ini. Yes,
Hak Cipta.
Kita
pasti sudah paham dan mengetahui betul bahwa hak cipta adalah bentuk
perlindungan hukum atas hak pencipta untuk hasil kerja/karyanya (Turow, 2014). Dapat
disimpulkan bahwa, seorang inovator dan kreator dapat memiliki suatu payung
hukum atas ide dan hasil karyanya yang telah ia ciptakan. Di Indonesia masalah
Hak Cipta juga ditegaskan dalam Pasal 12 Undang-Undang No.19 tahun 2002 dan Undang-Undang
No.28 tahun 2014. Namun adanya landasan hukum tersebut tidak membuat
pelanggaran hak cipta dapat teratasi, apalagi ditambah penggunaan teknologi
informasi saat ini yang benar-benar bebas sehingga sulit untuk menghindari
pelanggaran hak cipta.
Membicarakan mengenai Hak Cipta, terdapat istilah fair use regulations. Fair use regulations adalah ketentuan dimana seseorang atau perusahaan dapat menggunakan sebagian kecil dari karya yang memiliki hak cipta tanpa meminta izin. Di Indonesia, fair use diatur dalam UU No.19 Tahun 2002 yang mengatakan bahwa penggunaan karya orang lain diperbolehkan dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, penggunaan ciptaan pihak lain yang digunakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan ilmiah, laporan, pementasan atau pertunjukan yang tidak dipungut bayaran selama tidak merugikan pencipta dan penggunaannya wajar. Namun apakah regulasi mengenai hak cipta diamalkan oleh para industri kreatif pertelevisian? Nampaknya hal ini masih dianggap sepele oleh sebagian plagiator media tv khususnya dalam format programnya. Lebih parahnya, hal ini seakan sudah menjadi rahasia umum di kalangan industri media tv bahwa jiplak-menjiplak format program acara tv adalah hal yang wajar dan dimaklumkan.
Persaingan antar stasiun televisi agar dapat meningkatkan jumlah share & rating dan akan berdampak pada pemasukan iklan, membuat stasiun tv berlomba-lomba menayangkan program acara yang memikat penontonnya. Program acara tv yang menarik banyak penonton merupakan hasil olah ide dan kreativitas produksi. Tingkat persaingan yang ketat dalam menjaring penonton dan kemiskinan ide membuat plagiasi acara televisi sering terjadi, khususnya di Indonesia. Banyak sekali program tv di Indonesia yang merupakan hasil menyontek dari tv kompetitor, hal ini disebabkan karena stasiun tv tersebut berhasil memikat penonton sehingga kompetitor mencoba membuat program serupa baik dari format acaranya hingga kontennya. Lihat saja sebagai contoh, program komedi ‘Akhirnya Datang Juga’ di TransTV dan ‘Ini Dia!’ di NET., ‘Opera Van Java’ di Trans7 dan ‘Perbukers’ di ANTV, ‘Yuk Keep Smile’ di TransTV dan ‘Campur-Campur’ di ANTV.
Membicarakan mengenai Hak Cipta, terdapat istilah fair use regulations. Fair use regulations adalah ketentuan dimana seseorang atau perusahaan dapat menggunakan sebagian kecil dari karya yang memiliki hak cipta tanpa meminta izin. Di Indonesia, fair use diatur dalam UU No.19 Tahun 2002 yang mengatakan bahwa penggunaan karya orang lain diperbolehkan dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, penggunaan ciptaan pihak lain yang digunakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan ilmiah, laporan, pementasan atau pertunjukan yang tidak dipungut bayaran selama tidak merugikan pencipta dan penggunaannya wajar. Namun apakah regulasi mengenai hak cipta diamalkan oleh para industri kreatif pertelevisian? Nampaknya hal ini masih dianggap sepele oleh sebagian plagiator media tv khususnya dalam format programnya. Lebih parahnya, hal ini seakan sudah menjadi rahasia umum di kalangan industri media tv bahwa jiplak-menjiplak format program acara tv adalah hal yang wajar dan dimaklumkan.
Persaingan antar stasiun televisi agar dapat meningkatkan jumlah share & rating dan akan berdampak pada pemasukan iklan, membuat stasiun tv berlomba-lomba menayangkan program acara yang memikat penontonnya. Program acara tv yang menarik banyak penonton merupakan hasil olah ide dan kreativitas produksi. Tingkat persaingan yang ketat dalam menjaring penonton dan kemiskinan ide membuat plagiasi acara televisi sering terjadi, khususnya di Indonesia. Banyak sekali program tv di Indonesia yang merupakan hasil menyontek dari tv kompetitor, hal ini disebabkan karena stasiun tv tersebut berhasil memikat penonton sehingga kompetitor mencoba membuat program serupa baik dari format acaranya hingga kontennya. Lihat saja sebagai contoh, program komedi ‘Akhirnya Datang Juga’ di TransTV dan ‘Ini Dia!’ di NET., ‘Opera Van Java’ di Trans7 dan ‘Perbukers’ di ANTV, ‘Yuk Keep Smile’ di TransTV dan ‘Campur-Campur’ di ANTV.
Perkembangan program
stasiun televisi sering kali tidak diikuti dengan perkembangan dari
perlindungan hak cipta program televisi itu sendiri. Karena proses
berkembangnya suatu program acara tv yang berasal dari ide seseorang atau
kelompok tidak bisa disamakan dengan kategori-kategori yang telah dilindungi
oleh UU No.19 th.2002 tentang Hak Cipta. Jika melihat pada UU no.28 Tahun 2014
mengenai Hak Cipta, bentuk ciptaan yang dilindungi adalah dalam bentuk ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra. Program tv merupakan suatu perwujudan dari
sebuah ide dan menghasilkan kreasi dalam berekspresi, oleh sebab itu program tv
dapat kita kategorikan sebagai suatu bentuk seni dan termasuk bentuk ciptaan
yang dilindungi menurut UU No.28 Tahun 2014. Lalu mengapa jiplak-menjiplak
program acara tv di Indonesia masih marak terjadi dan tidak ada gugatan dan konsekuensi
hukum yang tegas?
Referensi:
Collins, Steve (2008). Recovering fair use, M/C Media
Culture 11 (6).
Cucco, Marco (2009), The
promise is great: the blockbuster and the Hollywood economy, Media, Culture
& Society, 31/2: 215 - 230.
Turow, Joseph. 2014. Media Today: Mass Communication In A Converging World. Pennsylvania: The University of Pennsylvania
Turow, Joseph. 2014. Media Today: Mass Communication In A Converging World. Pennsylvania: The University of Pennsylvania
Comments
Post a Comment